Waktu Solat - K.Trg dan Marang

COUNTDOWN TO PEPERIKSAAN UPSR 2011, at 08:00:

Hari Jam Minit Saat

18 November, 2008

Cerita Isteri 4

Alkisah, hiduplah seorang bangsawan yang kaya raya, yang memiliki empat orang isteri. Ia sangat mencintai isterinya yang keempat yang masih muda dan segar. Ia selalu melimpahinya dengan kekayaan dan pakaian yang serba mewah. Ia sangat ambil peduli dan selalu memberikan padanya hanya yang terbaik, termahal, dan terindah.

Diapun sangat mencintai isteri ketiganya yang berwajah luar biasa cantik. Dia sangat bangga dan selalu ingin memamerkan isterinya kepada teman-temannya meski dalam hatinya, bangsawan itu selalu khawatir kalau-kalau isterinya melakukan serong dengan lelaki lain kerana kecantikannya menarik minat ramai orang.

Dia juga begitu mencintai isterinya yang kedua. Isterinya ini sangat prihatin, selalu sabar, penuh pengertian, dan sangat dipercayai olehnya. Bilamana bangsawan itu menghadapi masalah, dia selalu duduk berbincang dengan isteri keduanya dan isterinya selalu bersedia membantu, mendampingi, dan memberinya semangat di saat-saat kesulitan.

Sementara isterinya yang pertama, adalah seorang isteri yang sangat setia, senantiasa merawat diri suaminya dan menjaga harta suaminya dengan bijak. Dia selalu membawa ketenangan, kebaikan, menjaga keutuhan rumah tangga, selalu berharap dan berdoa yang terbaik untuk suaminya. Akan tetapi, walau isteri pertamanya sangat mencintai dan menyayangi bangsawan tersebut dengan tulus, namun bangsawan itu sudah lama tidak mencintai dan tidak peduli lagi pada isteri pertamanya itu.

Jeng jeng jeng...

Suatu ketika, bangsawan itu jatuh sakit dan tak kunjung sembuh. Bangsawan itu tahu bahwa hidupnya tak akan lama lagi. Dia merenungi tentang kehidupannya yang mewah dan berkata dalam hati, “Saat ini aku mempunyai empat orang isteri, namun saat aku meninggal, aku akan sendiri. Betapa sedihnya jika aku harus ditinggal sendirian.”

Lalu, ia meminta semua isterinya datang, dan kemudian mulai bertanya pada isteri keempatnya. “Aku sangat mencintaimu, padamu selalu kuberikan gaun dan perhiasan yang indah dan mewah, segala yang kau inginkan selalu kuberikan. Sekarang aku akan mati, maukah kau tetap mendampingi dan menemaniku?”

“Tentu saja tidak!” jawab isteri keempatnya yang segera pergi meninggalkan bangsawan tersebut begitu saja tanpa berkata-kata lagi.

Jawapan itu sungguh sangat menghancurkan hatinya. Dengan sedih bangsawan tersebut bertanya pada isterinya yang ketiga, “Aku paling mencintaimu diantara seluruh isteriku.
Saat ini aku sedang sakaratul maut, mahukah kau ikut bersamaku saat ku mati nanti?”

Isterinya menjawab, “Mana mungkin aku mau terus menemanimu, hidup begitu indah disini. Banyak lelaki yang menginginkanku, aku akan segera menikah lagi jika kau mati.”

Sang bangsawan begitu terpukul dengan ucapan menyakitkan ini. Badannya mulai terasa bertambah lemah kerana kata2 para isterinya yang semakin menyusahkan hatinya. Lalu, dengan penuh harap ia bertanya pada isteri keduanya, “Aku sangat menyayangimu, hanya padamu aku selalu berpaling setiap kali mendapat masalah dan selama ini kau selalu bersedia dengan senang hati untuk membantu dan mendampingiku. Kini, aku amat memerlukan pertolonganmu. Kalau aku mati, mahukah kau ikut dan menemaniku?”

Dengan kesedihan yang mendalam, sang isteri menjawab perlahan. “Maafkan aku wahai suamiku, aku tak boleh menolong dan mendampingimu kali ini. Aku hanya mampu mendoakan dan menghantarmu hingga ke liang kubur saja. Aku akan selalu mengenang dan menyayangimu, namun untuk permintaanmu kali ini, aku minta maaf tidak mampu mengiyakannya,” ujar sang isteri kedua sambil terisak-isak.

Jawaban itu seperti kilat yang menyambar. Bangsawan tersebut kini merasa benar-benar putus asa.

Tiba-tiba terdengar suara lemah dari hujung ruangan yang sedari tadi sosoknya tak terlihat karena tertutup bayang.
“Suamiku, akulah yang akan terus mendampingimu. Aku akan ikut kemana pun kau pergi. Aku tak akan meninggalkanmu, aku akan tetap setia bersamamu, bahkan sampai kau mati.”

Sang bangsawan lalu mencari asal suara itu, dan mendapati isteri pertamanya sedang menatapnya dengan penuh rasa sayang dan kerinduan dari hujung ruangan. Kerana sudah lama tidak mempedulikan, maka sedari tadi ia tidak menyedari kehadiran isteri pertamanya itu. Isterinya tampak begitu kurus dan lemah. Badannya tampak seperti orang yang kelaparan. Merasa sangat-amat menyesal, bangsawan tersebut lalu bergumam lemah sambil meneteskan air mata, “Kalau saja aku mampu memutar (kembali) waktu, tentu aku akan menjaga dan melayan lebih baik saat aku mampu, tak akan kubiarkan kau seperti ini, isteriku…”


RENUNGAN

Sahabatku, sesungguhnya kita semua (telahpun) punya 4 orang isteri tersebut dalam hidup ini.

Isteri yang keempat adalah tubuh kita. Seberapapun banyak waktu dan biaya yang kita keluarkan untuk tubuh kita supaya tampak indah dan gagah, semuanya akan hilang. Ia akan segera pergi begitu kita meninggal. Tak ada keindahan dan kegagahan fizik yang tersisa saat kita menghadapNya.

Isteri yang ketiga adalah status sosial dan kekayaan. Saat kita meninggal, semuanya akan menjadi milik orang lain. Mereka akan berpindah dan melupakan kita yang pernah memilikinya. Orang lainlah yang akan menikmatinya saat kita mati. Harta duniawi yang tersisa untuk kita hanyalah selembar kain kafan dan kamar sempit berukuran 2x1 meter yang berupa liang kubur kita.

Sedangkan isteri yang kedua adalah keluarga, kerabat, sahabat, dan teman-teman kita. Tidak peduli seberapapun dekat hubungan kita dengan mereka, mereka tak akan bisa bersama kita selamanya. Sejauh yang mereka bisa lakukan hanyalah mendoakan kita dan hanya sampai kuburlah mereka dapat menemani kita.

Dan, saudaraku, sesungguhnya
isteri pertama kita adalah jiwa dan amal kita. Mungkin, kita sering lalai, mengabaikan, dan melupakannya demi kekayaan dan kesenangan pribadi. Namun sebenarnya, hanya jiwa dan amal sajalah yang mampu untuk terus setia dan mendampingi kemanapun kita melangkah. Hanya amal yang mampu menolong kita di akhirat kelak.

Jadi, selagi mampu, perlakukanlah jiwa dan amal kita dengan bijak.
Jangan sampai kita menyesal kebelakangan hari...

No comments: